ABSTRAK
Faktor-Faktor Risiko
Kejadian Penyakit Jantung
Koroner (PJK) Pada
Kelompok Usia < 45 Tahun. (Studi
Kasus di RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RS Telogorejo Semarang)
Risk
Factors for Coronary Heart Disease (CHD) in Group of Aged < 45 Year. (Case
Study in Dr. Kariadi Hospital Semarang and Telogorejo Hospital
Semarang )
M.
Supriyono, Soeharyo Hadisaputro, Sugiri, Ari Udiyono, M. Sakundarno Adi.
Program
Magister Epidemiologi Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Latar belakang
: Tahun
1999 sedikitnya 55,9
juta atau setara
30,3 % kematian di seluruh dunia
disebabkan penyakit jantung.
Menurut WHO, 60
% dari penyebab kematian penyakit jantung adalah PJK. Di Indonesia, penyakit jantung
juga meningkat sebagai penyebab kematian,
data SKRT tahun 1996 menunjukkan
bahwa tahun 1975 (5,9 %), tahun 1981 (9,1%), tahun 1986
(16,0%) dan tahun 1995 (19,0%).
Tujuan
: Mengetahui besarnya risiko :
faktor risiko yang dapat
dimodifikasi dan tidak dapat
dimodifikasi terhadap kejadian PJK pada usia < 45 tahun.
Metode
: Penelitian observasional dengan rancangan kasus kontrol. Jumlah sampel 80
kasus dan 80 kontrol. Kasus adalah pasien PJK dan kontrol adalah pasien bukan
PJK yang pernah dan
sedang dirawat di RSUP Dr. Kariadi dan RS Telogorejo Semarang yang
diperoleh dari observasi
langsung dan dari
data rekam medis
yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi.
Hasil :
Analisa multivariate menunjukkan
bahwa faktor-faktor yang
terbukti berisiko terhadap kejadian
PJK pada usia <
45 tahun adalah
: riwayat penyakit
DM dalam keluarga (p=0,005; OR=3,0 95% CI=1,4-6,4),
merokok (p=0,028; OR=2,3; 95%
CI=1,1-5,0), penyakit DM
(p=0,0001; OR=5,7; 95%
CI=2,6-12,6), dislipidemia (p=0,029; OR=2,8; 95% CI=1,1-7,1) dan
hipertrigliseridemia (p=0,021; OR=2,7; 95% CI=1,2-6,1).
Simpulan :
Berdasarkan analisis multivariate, faktor risiko PJK pada kelompok usia < 45
tahun adalah: dislipidemia, kebiasaan merokok, penyakit DM dan penyakit DM dalam keluarga.
Saran :
Perilaku hidup sehat
dengan tidak merokok,
olah raga teratur,
konsumsi makanan sehat dan
konsumsi kolesterol yang
beribang serta tidak
stress merupakan faktor penting untuk mencegah terjadinya PJK.
PENDAHULUAN
Penyakit jantung
koroner merupakan penyakit yang
banyak diderita oleh masyarakat. Penyakit ini menyerang
pembuluh darah yang mengalirkan darah
ke jantung (arteri koroner) sehingga
terjadi penyempitan pada arteri
koroner. Penyempitan arteri
koroner akibat proses aterosklerosis atau
spasme atau kombinasi keduanya.
Fenomena yang
terjadi sejak abad ke-20,
penyakit jantung dan pembuluh
darah telah menggantikan peran penyakit
tuberculosis paru sebagai penyakit
epidemic di negara-negara
maju, terutama pada
laki-laki. Pada saat ini
penyakit jantung merupakan penyebab
kematian nomor satu di
dunia. Pada tahun
1999 sedikitnya 55,9 juta atau
setara dengan 30,3 % kematian
diseluruh dunia disebabkan oleh
penyakit jantung. Menurut Badan
Kesehatan Dunia (WHO), 60 % dari
seluruh penyebab kematian penyakit
jantung adalah penyakit jantung
koroner (PJK).
Di Indonesia,
penyakit jantung juga cenderung
meningkat sebagai penyebab kematian.
Data survei kesehatan rumah
tangga (SKRT) tahun 1996
menunjukkan bahwa proporsi penyakit ini
meningkat dari tahun
ke tahun sebagai penyebab
kematian. Tahun 1975
kematian akibat penyakit jantung hanya
5,9 %, tahun
1981 meningkat sampai dengan 9,1 %,
tahun 1986 melonjak menjadi 16 % dan
tahun 1995 meningkat menjadi 19
%. Sensus nasional tahun 2001
menunjukkan bahwa kematian karena
penyakit kardiovaskuler termasuk
penyakit jantung koroner
adalah sebesar 26,4 %, dan
sampai dengan saat ini PJK
juga merupakan penyebab
utama kematian dini pada
sekitar 40 % dari
sebab kematian laki-laki
usia menengah.
Tanda dan
gejala klinik PJK pada usia dewasa muda (young adults)
jarang sekali dinyatakan
oleh pasien secara langsung,
tanda dan gejalanya tidak khas
dan asymptomatic. Banyak studi menunjukkan hanya sekitar 3,0 %
dari semua kasus PJK terjadi pada usia dibawah
40 tahun. Yang menjadi ciri kas dan
merupakan faktor tunggal yang
berhubungan kuat atas
kejadian PJK pada usia
dewasa muda adalah merokok sigaret. Kannel et al.
menemukan pada pasien yang menjadi kajian pada
Framingham Heart Study, risiko
relative tejadinya PJK
tiga kali lebih tinggi pada
perokok usia 35 s.d 44 tahun dibandingkan dengan yang bukan perokok.
Penyebab PJK
secara pasti belum diketahui,
meskipun demikian secara umum
dikenal berbagai faktor yang
berperan penting terhadap timbulnya PJK
yang disebut sebagai faktor risiko
PJK. Berdasarkan penelitian-penelitian epidemiologis prospektif, misalnya
penelitian Framingham, Multiple Risk
Factors Interventions Trial dan
Minister Heart Study (PROCAM),
diketahui bahwa faktor risiko seseorang untuk menderita PJK ditentukan
melalui interaksi dua atau lebih faktor risiko antara lain :
- Faktor risiko
yang tidak dapat dikendalikan (nonmodifiable risk factors).
a. Keturunan
b. Umur, makin
tua risiko makin besar.
c. Jenis kelamin,
pria mempunyai risiko lebih
tinggi dari pada wanita
(wanita risikonya meningkat
sesudah menopouse)
- Faktor risiko
yang dapat dikendalikan
(modifiable risk factors)
a. Dyslipidaemia.
b. Tekanan darah
tinggi (hipertensi).
c. Merokok
d. Penyakit
Diabates Mellitus
e. Stres
f. Kelebihan berat
badan dan obesitas.
Di samping
faktor-faktor risiko klasik
tersebut, ada prediktor ‘baru’ yang juga
ikut memegang peranan di
dalam patogenesis penyakit kardiovaskuler. Ini meliputi
infeksi kronik dari
proses inflamasi seperti kelainan kronik
rongga mulut dan gigi-geligi,
khususnya peradangan periodontal.
Penelitian case
control yang dilakukan oleh
J Ismail, dkk tahun 2003 pada laki-laki
dan wanita umur
15-45 tahun di kawasan
Asia Selatan menyebutkan bahwa
perokok aktif mempunyai risiko
3,82 kali lebih
besar untuk menderita myocard
infarc (OR=3,82, 95% CI
1,47-9,94) dibandingkan dengan kelompok kontrol, sedangkan pada
kenaikan serum kolesterol mempunyai
risiko 1,67 kali lebih
besar untuk menderita
myocard infarct dibandingkan dengan
kelompok kontrol (OR=1,67, 95%
CI 1,14-2,45 untuk setiap kenaikan
1,0 mmol).
Tanda dan
gejala klinik PJK pada usia dewasa muda (young adults)
jarang sekali dinyatakan
oleh pasien secara langsung,
tanda dan gejalanya tidak khas
dan asymptomatic. Banyak studi menunjukkan hanya sekitar 3,0 %
dari semua kasus PJK terjadi pada usia di bawah 40 tahun.
Yang menjadi ciri khas dan merupakan
faktor tunggal yang berhubungan
kuat atas kejadian PJK
pada usia dewasa
muda adalah merokok sigaret. Kannel et al menemukan pada
pasien yang menjadi kajian
pada Framingham Heart
Study risiko relatif tejadinya PJK tiga kali lebih tinggi
pada perokok usia
35 s.d 44 tahun dibandingkan dengan yang bukan perokok
Diabates mellitus
dan hyperlipidemia juga merupakan
factor risiko penting kejadian
PJK pada usia dewasa
muda. Kedua faktor
ini berperan penting terhadap
patogenesis PJK. Isser et al.
menemukan bahwa kenaikan secara
signifikan trigliserida LDL dan
penurunan HDL terdapat pada semua pasien
PJK dewasa muda
dan 15 % s.d 20%
nya adalah pasien PJK dengan diabetes mellitus.
Pada pria
umur pertengahan dan wanita
dengan diabetes mellitus (DM)
memiliki risiko tinggi
untuk menderita PJK, baik
orang kulit putih maupun
kulit hitam. Risiko
relatif PJK untuk pasien
dengan DM adalah
3,95 pada wanita dan 2,41 pada pria.
Bertitik tolak
dari uraian di atas,
penelitian faktor-faktor risiko terhadap kejadian
PJK pada kelompok usia muda akan
sangat penting dalam setiap
upaya-upaya pencegahan dan peningkatan kualitas
hidup pada usia produktif.
Pada survei
rumah tangga mengenai kesehatan
yang telah dilakukan oleh
Badan Litbang Depkes RI,
penyakit kardiovakuler angka prevalensinya bergeser dari urutan ke-9
pada tahun 1972, menjadi
urutan ke-6 pada tahun 1980 dengan 5,9 kasus per 1000 penduduk.
Secara spesifik prevalensi penyakit
kardiovaskuler khususnya
infarct myocard pada kelompok
umur kurang dari
40 tahun sebesar 3,1 % dan pada
kelompok umur 40 s.d 49
tahun sebesar 19,9
%. Sedangkan insiden serupa
yang terjadi di Jawa
Tengah, kejadian infarct myocard secara umum sebesar 1,03 %
dan gejala angina
pectoris (nyeri ulu hati)
sebesar 0,50 %
(berdasarkan laporan kasus penyakit
tidak menular Dinkes Propinsi
Jawa Tengah tahun 2007).
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab
kematian urutan ke 3
terbanyak dan merupakan
9,9 % dari seluruh penyebab kematian, SKRT 1992 menunjukan
angka kematian penyakit kardiovaskuler 16,6%
dan mengarah ke angka
yang lebih tinggi lagi.
Untuk dapat
menekan efek merugikan yang
ditimbulkan oleh PJK, khususnya pada kelompok usia muda (<
45 tahun) harus
ditemukan cara mencegah timbulnya
PJK secara dini. Dalam
rangka pencegahan tersebut perlu dikenali
faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian PJK.
Penelitian tentang
faktor risiko yang berpengaruh
terhadap kejadian PJK sudah
banyak dilakukan, baik
di luar negeri maupun
di dalam negeri. Penelitian di
dalam negeri, misalnya cara mengenal
faktor risiko seperti
yang dikemukakan Dede
Kusmana (bagian kardiologi Fakultas
Kedokteran Universitas
Indonesia) yaitu lewat
Skor Kardiovaskuler Jakarta. Dengan mengukur faktor
risiko berdasarkan jenis kelamin,
usia, tekanan darah, indeks
massa tubuh, kebiasaan merokok, ada
tidaknya diabetes serta tingkat
aktivitas fisik, seseorang
bisa mengetahui risiko ternkena
PJK pada masyarakat di
kota Jakarta. Penelitian luar negeri
dalam kajian yang
sama yang dilakukan oleh
Framingham Heart Study Prediction Score
Sheets dengan mengukur faktor
risiko berdasarkan usia, kadar
kolesterol darah (HDL
and LDL cholesterol), tekanan
darah kebiasaan merokok dan
adanya penyakit diabetes mellitus,
juga untuk mengestimasi risiko
PJK pada laki-laki dan wanita
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian
yang dilakukan merupakan
penelitian epidemiologi yang bersifat
observasional analitik dengan desain
Hospital Based Case
Control Study. Desain ini
dipilih karena dapat digunakan untuk
mencari besarnya pengaruh faktor
risiko terhadap kejadian penyakit.
Populasi target
atau populasi referens adalah
keseluruhan subyek yang karakteristiknya ingin
diketahui dalam penelitian, merupakan
bagian dari populasi untuk
menerapkan hasil penelitian. Berdasarkan
tujuan penelitian untuk mengetahui
besarnya pengaruh faktor risiko terhadap kejadian PJK, maka populasi
ini adalah laki-laki dan wanita yang berumur < 45 tahun
.
Populasi
sumber pada penelitian ini adalah semua
pasien (laki-laki dan perempuan) yang
mengunjungi Unit Penyakit Jantung
RSUP Dr. Kariadi Semarang dan
RS Telogorejo Semarang baik
rawat jalan maupun rawat
inap selama periode
penelitian yang berumur < 45
tahun. Hasil penelitian dari
populasi terjangkau
diharapkan dapat digeneralisasikan pada populasi target.
Populasi
studi
atau sampel adalah pasien
dengan penyempitan arteri koroner yang bermakna (>
50 %) pada penyadapan jantung,
atau adanya riwayat :
revaskularisasi koroner dengan cara
coronary artery bypass
graft (CABG) atau percutaneous
transluminal coronary
angioplasty (PTCA) dan memenuhi
kriteria inklusi dan
eksklusi. Sedangkan control adalah
pasien dengan penyempitan koroner yang tidak bermakna atau dinyatakan normal pada penyadapan jantung
dan memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
Kasus adalah
pasien penyakit jantung koroner
yang pernah dirawat terhitung mulai bulan Januari 2007 dan sedang dirawat di Unit
Penyakit Jantung RSUP Dr. Kariadi
Semarang dan RS Telogorejo
Semarang sampai dengan bulan
Juni 2008 berdasarkan
diagnosa klinis, elektrocardiografi dan kateterisasi jantung, dilakukan
pemeriksaan darah (kadar gula
darah, kadar kolesterol darah), tekanan darah, berat badan dan tinggi badan.
Kontrol adalah
pasien tidak menderita PJK yang
dirawat inap di Unit Penyakit Jantung
RSUP Dr . Kariadi Semarang dan
RS Telogorejo Semarang,
berdasarkan diagnosa klinis, elektrokardiografi, dan
kateterisasi jantung, usia pasien < 45 tahun.Pasien penyakit jantung
koroner yang pernah dirawat terhitung
mulai bulan Januari 2007
dan sedang dirawat
di Unit Penyakit Jantung
RSUP Dr. Kariadi Semarang dan
RS Telogorejo Semarang sampai
dengan bulan Juni 2008
berdasarkan diagnosa klinis, elektrokardiografi dan
kateterisasi jantung dengan usia
> 45 tahun
(pada usia < 45 tidak
terdiagnosa PJK). Dilakukan pemeriksaan
darah (kadar gula darah,
kadar kolesterol darah), tekanan darah,
berat badan dan
tinggi badan.
Rumus besar
sampel untuk penelitian kasus
kontrol yang digunakan dalam penelitian
ini adalah (Hennekens CH et al.
1987)
(p0q0 + p1q1)
(Z1-a/2 + Z1-b)2
n
=
-------------------------------------
(p1
– p0)2
Keterangan
:
n : jumlah
sampel untuk masing-masing
kelompok (kasus dan kontrol)
p1 :
proporsi paparan pada
kelompok kasus
p0 : proporsi
paparan pada kelompok kontrol
q1 : 1 – p1
q0 : 1 – p0
Z1-a/2 : nilai
distribusi normal standar sesuai dengan
tingkat kemaknaan alfa
Z1-b : Nilai
distribusi normal standar sesuai dengan
tingkat kekuatan yang dikehendaki
Jumlah
sampel dalam penelitian ini
dihitung berdasarkan uji
hipotesis dua sisi. Diperoleh
jumlah sampel total 160 terdiri dari 80 kasus dan 80
kontrol.
Pengolahan dan
analisis data dilakukan dengan
bantuan kompuer dengan menggunakan
program SPSS for windows
versi 13.0, meliputi Cleaning, Editing,
Coding, Entry Data. Analisis univariat
untuk mengetahui proporsi masing-masing
variabel, analisis bivariat digunakan
untuk mengetahui besar risiko (odds
ratio) variabel bebas dengan
variabel terikat secara sendiri-sendiri dengan
uji chi square dengan
tingkat kemaknaan a=0,05
dan konfidence interval (CI)=95%. Analisis multivariat
digunakan untuk mengetahui pengaruh
paparan secara bersama-sama dari
beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap kejadian PJK. Uji
statistik yang digunakan
adalah regresi logistik ganda dengan metode
backward stepwise. Semua variabel
bebas yang terpilih (p<0,25) di entry secara
bersama-sama ke dalam analisis
regresi dan yang menunjukkan nilai p<0,05 dipilih
menjadi model.
HASIL
Faktor-faktor yang
akan dianalisis secara mendetail
adalah : riwayat penyakit jantung pada keluarga, kebiasaan merokok,
hipertensi, dislipidemia
(meliputi : kolesterol
total, trigliserid, LDL dan
HDL), inaktivitas fisik, diabetes
mellitus, kegemukan, keadaan sosial
ekonomi, tingkat pengetahuan tentang
penyakit jantung,
dislipidemia dan pengaruh
pola diet terhadap kejadian PJK.
Hasil analisis
menunjukkan terdapat
hubungan yang bermakna antara penyakit
jantung keluarga dengan kejadian
PJK (p=0,027). Adanya penyakit jantung keluarga
mempunyai risiko 2,1 kali
lebih besar untuk terjadinya PJK
dibandingkan dengan yang tidak
tidak memiliki penyakit jantung keluarga (OR=2,1 ; 95%
CI=1,1- 4,0).
Hasil
analisis menunjukkan tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara penyakit
hipertensi keluarga dengan
kejadian PJK (p=1,000). Adanya penyakit
hipertensi keluarga bukan merupakan faktor
risiko untuk terjadinya PJK pada
kelompok usia < 45 tahun (OR=1,0 ; 95% CI=0,5-1,9).
Hasil
analisis menunjukkan tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara penyakit
stroke keluarga dengan kejadian PJK (p=0,746).
Adanya penyakit stroke keluarga
bukan merupakan faktor risiko untuk terjadinya PJK pada
kelompok usia < 45
tahun (OR=1,2 ; 95% CI=0,6-2,2).
Hasil analisis
menunjukkan terdapat
hubungan yang bermakna antara penyakit
DM keluarga dengan kejadian PJK ( p=0,026
). Adanya penyakit
DM keluarga mempunyai
risiko 2,1 kali
untuk terjadinya PJK pada
kelompok usia < 45
tahun (OR=2,1 ; 95% CI=1,1-4,0).
Hasil analisis
secara keseluruhan menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara penyakit-penyakit berisiko dalam keluarga (1 s.d 4
penyakit) disbanding-kan dengan kelompok kontrol (p=0,114). Penyakit
berisiko pada keluarga secara bersama-sama
berisiko 1,7 kali
lebih besar untuk terjadinya PJK
pada usia < 45 tahun dibandingkan
dengan yang tidak mempunyai
penyakit berisiko dalam keluarga
(OR=1,7 ; 95% CI=0,9-3,2).
Hasil analisisi
bivariat menunjukkan bahwa kebiasaan merokok memiliki
hubungan yang signifikan dengan
kejadian PJK (p=0,011), dan juga kebiasaan merokok berisiko untuk terjadinya PJK pada usia > 45
tahun sebesar 2,4
kali dibandingkan dengan yang
tidak memiliki kebiasaan merokok (OR=2,4
; 95% CI=1,3-4,5).
Hasil analisis
menunjukkan bahwa kenaikan tekanan
darah pada kelompok usia <
45 tahun tidak berhubungan secara
signifikan untuk terjadinya PJK
(p=0,869). Adanya
peningkatan tekanan darah
(hipertensi) tidak
meningkatkan risiko untuk terjadinya PJK
dibandingkan dengan tanpa peningkatan
tekanan darah (OR=1,1 ;
95% CI= 0,6-2,1)
sehingga kejadian hipertensi dianggap
bukan merupakan faktor risiko untuk terjadinya PJK pada usia < 45
tahun.
Hasil analisis
bivariat menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna
antara kenaikan kadar kolesterol
dalam darah dengan kejadian
PJK (p=0,082). Kenaikan kadar
kolesterol dalam darah >
200 mg/dl meningkatkan
risiko untuk terjadinya PJK
sebesar 1,8 kali
lebih besar dibandingkan dengan
kadar kolesterol darah < 200 mg/dl. (OR=1,8 ; 95%CI=1,0-3,4). Jadi
kadar kolesterol darah >
200 mg/dl merupakan
faktor risiko untuk terjadinya
PJK pada usia < 45 tahun.
Hasil analisis
bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara kenaikan kadar trigliserida dalam
darah dengan kejadian PJK
(p=0,003). Kenaikan kadar trigliserida
dalam darah (>
150 mg/dl) juga meningkatkan
risiko untuk terjadinya PJK
sebesar 2,8 kali
lebih besar dibandingkan dengan
kadar trigliserida darah > 150 mg/dl. (OR=2,8 ; 95%CI=1,5-5,4). Jadi
kenaikan kadar trigliserida dalam
darah merupakan faktor risiko
untuk terjadinya PJK
pada usia < 45 tahun.
Hasil analisis
bivariat menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna
antara kenaikan kadar LDL
dalam darah dengan kejadian PJK
(p=0,862). Kadar LDL dalam darah >
130 mg/dl bukan merupakan factor risiko untuk
terjadinya PJK pada usia
< 45 tahun
(OR=1,1 ; 95%CI=0,5-2,1).
Hasil analisis
bivariat menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna
antara kenaikan kadar HDL
dalam darah dengan kejadian PJK
(p=0,489). Tetapi penurunan kadar HDL dalam darah < 40 mg/dl meningkatkan
risiko untuk terjadinya PJK
sebesar 1,3 kali
lebih besar dibandingkan dengan
kadar HDL darah > 40 mg/dl.
(OR=1,3 ; 95%CI=0,7-2,6). Jadi
kadar HDLl darah < 40 mg/dl
sedikit merupakan faktor risiko untuk terjadinya PJK pada usia < 45 tahun.
Secara keseluruhan
kondisi dislipidemia pada kelompok
kasus sebesar 71,3% dan
pada kelompok kontrol sebesar
57,5%. Hasil analisis bivariat menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara dislipidemia dengan
kejadian PJK (p=0,006). Dan juga
kondisi dislipidemia meningkatkan
risiko untuk terjadinya PJK sebesar
2,7 kali lebih
besar dibandingkan dengan yang
tidak mengalami
dislipidemia. Jadi
dislipidemia merupakan faktor
risiko untuk terjadinya PJK
pada usia < 45 tahun (OR=2,7 ; 95% CI=1,4-5,5).
Hasil analisis
bivariat menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan
antara aktivitas berat dengan
kejadian PJK (p=0,627) dan
juga bukan merupakan faktor risiko
untuk terjadinya PJK
pada kelompok usia < 45
tahun (OR=0,8 ; 95% CI=0,4-1,5).
Hasil analisis
bivariat menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan
antara aktivitas sedang dengan
kejadian PJK (p=0,616) dan
juga bukan merupakan faktor risiko
untuk terjadinya PJK
pada kelompok usia < 45 tahun (OR=0,7
; 95% CI=0,4-1,5).
Tabel 1. Rangkuman hasil analisis bivariate
No
|
Variabel
|
OR
|
95% CI
|
. p*
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
|
Riwayat
penyakit keluarga
Anal
1.
Riwayat penyakit jantung keluarga
2.
Riwayat hipertensi keluarga
3.
Riwayat stroke keluarga
4.
Riwayat DM keluarga
Anal
Terdapatnya penyakit
berisiko dalam keluarga secara
bersama-sama
Kebiasaan
merokok
Hipertensi
Dislipidemia
Anal isa 1
1.
Kolesterol total > 200 mg/dl
2.
Trigliserida
> 150 mg/dl
3.
LDL > 130
4.
HDL < 40
Anal isa 2
Dislipidemia
Aktivitas
fisik
1.
Aktivitas berat (< 0,5 jam/minggu)
2.
Aktivitas sedang (< 1,5 jam/minggu)
3.
Aktivitas ringan (< 2,5 jam/minggu)
4.
Aktivitas duduk (> 3,25 jam/minggu)
Penyakit DM
Obesitas
Sosial ekonomi
(skor)
Tingkat
pengetahuan tentang penyakit jantung (skor)
Pola
diit (skor)
|
2,1
1,0
1,2
2,1
1,7
2,4
1,1
1,8
2,8
1,1
1,3
2,7
0,8
0,8
0,7
0,8
4,1
0,8
1,3
0,5
1,0
|
1,1-4,0
0,5-1,9
0,6-2,2
1,1-4,0
0,9-3,2
1,3-4,5
0,6-2,1
1,0-3,4
1,4-5,4
0,5-2,1
0,7-2,6
1,4-5,5
0,4-1,5
0,4-1,5
0,3-1,4
0,4-1,5
2,1-7,9
0,4-1,6
0,6-2,6
0,2-1,1
0,5-1,8
|
0,027*
1,000
0,746
0,026*
0,114
0,011*
0,869
0,082
0,003*
0,862
0,489
0,006*
0,627
0,616
0,361
0,633
0,0001*
0,590
0,596
0,117
1,000
|
*
Bermakna pada p<0,05 dan akan di ikutsertakan dalam analisis multivariat
pada p<0,25
Hasil analisis
bivariat menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan
antara aktivitas ringan dengan
kejadian PJK (p=0,361) dan
juga bukan merupakan faktor risiko
untuk terjadinya PJK
pada kelompok usia < 45
tahun (OR=0,6 ; 95% CI=0,3-1,4).
Hasil analisis
bivariat menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan
antara aktivitas duduk dengan
kejadian PJK (p=0,633) dan
juga bukan merupakan faktor risiko
untuk terjadinya PJK
pada kelompok usia < 45
tahun (OR=0,8 ; 95% CI=0,4-1,5).
Hasil analisis
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara kadar
gula darah puasa dengan kejadian
PJK (p=0,0001). Kenaikan kadar gula darah puasa >126 mg/dl meningkatkan
risiko untuk terjadinya PJK pada
kelompok usia < 45 tahun sebanyak 4,1
kali dibandingkan dengan kadar
gula darah puasa
< 126 mg/dl pada
kelompok usia yang
sama (OR=4,1 ; 95% CI = 2,1-7,9). Jadi kadar gula darah
puasa > 126
mg/dl merupakan faktor risiko untuk terjadinya PJK pada kelompok usia
< 45 tahun.
Hasil analisis
menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara
obesitas pada kelompok usia <
45 tahun dengan kejadian PJK
(p=0,590) dan juga obesitas bukan merupakan faktor disiko untuk terjadinya
PJK pada kelompok usia yang sama (OR=0,8 ; 95% CI=0,4-1,6).
Hasil analisis
menunjukkan bahwa keadaan sosial
ekonomi secara keseluruhan tidak
memiliki hubungan yang bermakna
(p=0,596) dengan kejadia PJK
pada kelompok usia <
45 tahun dan juga
secara keseluruhan keadaan sosial
ekonomi tidak merupakan faktor
risiko PJK (OR=1,3 ;95% CI=0,6-2,6).
Hasil analisis
menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara
tingkat pengetahuan responden pada
kelompok usia < 45 tahun
dengan kejadian PJK
(p=0,117). Tingkat
penegetahuan responden yang kurang
bukan merupakan faktor
risiko untuk terjadinya PJK
pada usia <
45 tahun (OR=0,5 ; 95% CI=0,2-1,1).
Hasil analisis
menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara
pola diit tidak
sehat dengan kejadian PJK
(p=1,000). Pola diit pada
responden dengan usia
< 45 tahun tidak merupakan faktor risiko PJK (OR=1,0 ; 95% CI=0,5-1,9).
Tabel 2. Rangkuman hasil analisis multivariat yang
bermakna secara statistic
No
|
Variabel
|
B
|
Wald
|
OR
|
95% CI
|
p*
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Kebiasaan
merokok
Penyakit
DM
(GDP > 126 mg/dl)
Dislipidemia
Trigliserida
> 150 mg/dl Penyakit DM dalam keluarga
Constant
|
0,853
1,736
1,034
0,980
1,096
-2,588
|
4,804
18,257
4,768
5,310
7,831
25,556
|
2,3
5,7
2,8
2,7
3,0
0,075
|
1,1-5,0
2,6-12,6
1,1-7,1
1,2-6,1
1,4-6,4
|
0,028
0,0001
0,029
0,021
0,005
|
*
Bermakna pada p<0,05
Hasil analisis
multivariate menunjukkan ada 4
(empat) variabel bebas yang
layak untuk dipertahankan secara statistik
yang berpengaruh terhadap kejadian
PJK pada usia <
45 tahun. Empat variabel
tersebut terlihat pada tabel 2 di
atas.
PEMBAHASAN
Hasil analisa
multivariate menunjukkan bahwa dislipidemia, kadar trigliserida dalam
darah > 150 mg/dl, kebiasaan merokok, penyaki DM dalam
keluarga dan penyakit DM yang diderita, terbukti berpengaruh
terhadap kejadian PJK pada usia
< 45 tahun.
Hasil analisa
multivariate pada penelitian ini
menunjukkan bahwa dengan adanya
dislipidemia mempunyai risiko 2,8 kalilebih
besar untuk terjadinya PJK
dibandingkan dengan yang tidak
mengalami dislipidemia (OR=2,8 ;
95% CI=1,1-7,1). Dislipidemia juga memiliki hubungan yang bermakna secara statistic
utntuk terjadinya PJK pada usia < 45 tahun (p=0,029).
Kadar kolesterol
yang tinggi dalam darah
menyebabkan terjadinya
endapan kolesterol pada
dinding pembuluh darah atau
atau disebut plaque cholesterol.
Pengendapan ion kalsium pada
plaque cholesterol
menyebabkan plaque yang
tadinya lunak menjadi keras
dan kaku. Hal
ini menyebabkan dinding pembuluh
darah juga menjadi kaku
dan tidak elastis. Selain itu
dengan adanya plaque cholesterol yang
mengeras menyebabkan dinding bagian
dalam pembuluh darah menjadi
sempit dan tidak licin,
sehingga suplai darah
ke organ tersebut menjadi berkurang. Jika pengerasan itu terjadi pada
arteri yang mensuplai darah
ke jantung (arteri koronaria) maka
terjadilah penyakit jantung
koroner (PJK).
Hasil analisa
multivariate pada penelitian ini
menunjukkan bahwa dengan adanya
hipertrigliseridemia (>
150 mg/dl) mempunyai
risiko 2,7 kalilebih besar
untuk terjadinya PJK dibandingkan dengan
yang tidak mengalami hipertrigliseridemia (OR=2,7;
95% CI=1,2-6,1). Hipertrigliseridemia juga memiliki hubungan
yang bermakna secara statistic utntuk
terjadinya PJK pada usia < 45
tahun (p=0,021).
Hasil analisa
multivariate pada penelitian ini
menunjukkan bahwa dengan adanya
kebiasaan merokok mempunyai risiko
2,3 kalilebih besar untuk
terjadinya PJK dibandingkan dengan yang
tidak mempunyai kebiasaan merokok
(OR=2,3 ; 95% CI=1,1-5,0). Kebiasaan
merokok juga memiliki hubungan
yang bermakna secara statistic
utntuk terjadinya PJK pada usia < 45 tahun (p=0,028).
Berikut
ini akan ditampilkan tabel silang
antara kebiasaan merokok dengan dislipidemia
(kolesterol, trigliserida,
LDL dan HDL)
pada tabel 6.1.
Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan kebiasaan
merokok dan kadar fraksi lipid dalam darah pada kasus dan kontrol
Profil
Lipid
|
Kebiasaan
merokok (kasus dari kontrol)
|
Total
|
%
|
|||
(mg/dl)
|
tidak
|
mantan
|
1-14
btg/hari
|
>15
btg/hari
|
||
merokok
|
perokok
|
|||||
N %
|
N %
|
N %
|
N %
|
|||
Cholesterol
· < 200
· 200-239
· > 240
Jumlah
Trigliserida
· < 150
· 150-199
· 200-499
· > 500
Jumlah
LDL
· < 100
· 100-129
· 130-159
· 160-189
· > 190
Jumlah
HDL
· < 40
·
> 40
Jumlah
|
38 50,7
29 38,7
8 10,6
75 100,0
46 63,0
16 21,9
10 13,7
1 1,4
73 100,0
14 22,2
16 25,4
22 34,9
9 14,3
2 3,2
63 100,0
31 47,7
34 52,3
65 100,0
|
24 75,0
5 15,6
3 9,4
32 100,0
22 71,0
5 16,1
4 12,9
0 0,0
31 100,0
13 50,0
4 15,4
5 19,2
4 15,4
0 0,0
26 100,0
14
53,8
12
46,2
26
100,0
|
12 41,4
10 34,5
7 24,1
29 100,0
17 60,7
5 17,9
6 21,4
0 0,0
28 100,0
12 50,0
4 16,7
1 4,2
5 20,8
2 8,3
24 100,0
11 45,8
13 54,2
24 100,0
|
10 50,0
9 45,0
1 5,0
20 100,0
12 60,0
4 20,0
4 20,0
0 0,0
20 100,0
7 38,9
2 11,1
6 33,3
3 16,7
0 0,0
18 100,0
13 72,2
5 27,8
18 100,0
|
84
53
19
156
97
30
24
1
152
46
26
34
21
4
131
69
64
133
|
53,8
34,0
12,2
100,0
63,8
19,7
15,6
0,7
100,0
35,1
19.8
26,0
16.,0
3,1
100,0
51,9
48,1
100,0
|
Merokok adalah
salah satu faktor risiko
mayor untuk timbulnya aterosklerosis yang
dapat dimodifkasi. Merokok secara
sinergis ditambah faktor-faktor risiko
lain akan meningkatkan kejadian
PJK. Interaksi sinergistik yang
kuat timbul antara hiperkolesterolemia dan merokok dalam
genesis infark miokard .
Dua efek
utama dari merokok yang
berperan penting dalam perkembangan PJK adalah
efek nikotin dan desaturasi
hemoglobin oleh carbon monoksida
(CO). Nikotin berperan penting untuk
terjadinya aterosklerosis
koroner dan trombosis
dengan mekanisme menaikkan asam
lemak bebas serta meningkatkan
kelekatan dan agregasi trombosit melalui stimulasi katekolamin.
Dari table
6.1 tersebut diatas terlihat bahwa
sebesar 46,2% responden yang
merokok mengalami
hiperkolesterolemia dan sebesar 36,0%
mengalami hipertrigliserida. Demikian halnya dengan kadar LDL dalam darah,
sebesar 45,1% responden
yang merokok memiliki nilai LDL > 130 mg/dl (LDL normal
: < 130 mg/dl)
dan kadar HDL yang turun dibawah 40 mg/dl yaitu sebanyak 51,9%
dari keseluruhan responden yang mempunyai kebiasaan merokok.
Penyakit DM
yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah kondisi yang
dialami responden dengan kadar GDP > 126
mg/dl pada saat
dinyatakan menderita PJK dan
sebelumnya responden tidak memiliki
riwayat kadar GDP > 126 mg/dl.
Hasil analisa bivariat menunukkan
adanya hubungan yang bermakna
antara penyakit DM
dengan terjadinya PJK pada
usia < 45 tahun (p=0,0001), dan
juga penyakit DM mempunyai
risiko 5,7 kali
lebih besar untuk terkena
PJK (OR=5,7 ; 95%
CI=2,6-12,6).
Penderita dibetes
mellitus cenderung untuk mengalami atherosclerosis pada
usia yang lebih dini dan penyakit yang ditimbulkan lebih cepat
dan lebih berat
pada penderita diabet dari
pada nondiabet. Insulin memainkan peran
utama dalam metabolisme lipid dan kelainan-kelainan pada lipid
seringkali ditemukan pada penderita diabetes.
Kolesterol serum dan kolesterol
lipoprotein berdensitas
rendah sering lebih
tinggi pada pasien diabetes dan
juga lipoprotein berdensitas tinggi
lebih rendah pada pasien diabetetes.
.
Hasil analisa
multivariate pada penelitian ini
menunjukkan bahwa dengan adanya
penyakit DM keluarga mempunyai risiko
3,0 kali lebih
besar untuk terjadinya PJK
dibandingkan dengan yang tidak
mempunyai penyakit DM dalam keluarga
(OR=3,0 ; 95% CI=1,4-6,4). Penyakit DM keluarga juga memiliki
hubungan yang bermakna secara statistic
utntuk terjadinya PJK pada usia < 45 tahun (p=0,005).
Diabates mellitus
merupakan faktor risiko yang
lebih powerful bagi wanita dibandingkan laki-laki. Mortalitas akibat PJK
3-7 kali lebih
tinggi pada wanita penderita
diabetes dibandingkan dengan 2-4 kali pada
laki-laki penderita diabetes. The
Framingham Study
mengemukakan bahwa diabetes melipatduakan risiko age-adjusted
untuk terjadinya penyakit kardivaskuler
baik pada laki-laki maupun wanita.
SIMPULAN DAN SARAN
Faktor-faktor risiko
yang terbukti berpengaruh dalam
analisa multivariat adalah :
a. Penyakit diabetes
mellitus (DM), dengan p
value 0,0001 dan
odds ratio 5,7 pada 95% CI = 2,6 – 12,6.
b. Dislipidemia, dengan
p value 0,029 dan
odds ratio 2,8
pada 95% CI =
1,1 – 7,1.
c. Hipertrigliseridemia (>
150 mg/dl), dengan p value 0,021
dan odds ratio 2,7 pada 95% CI = 1,2 – 6,1
d. Kebiasaan
merokok, dengan p value 0,028 dan odds
ratio 2,3 pada 95% CI = 1,1 –
5,0.
e. Penyakit DM
dalam keluarga, dengan p value
0,005 dan odds ratio 3,0 pada 95% CI = 1,4 – 6,4.
Faktor-faktor risiko
yang terbukti tidak berpengaruh
dalam analisa multivariat
adalah : tingkat pengetahuan kurang tentang
penyakit jantung, penyakit jantung
dalam keluarga, penyakit berisiko
dalam keluarga lebih dari
satu dan kadar
kolesterol dalam darah > 200
mg/dl, Telah diketahui oleh masyarakat
secara luas bahwa
kadar kolesterol darah yang
meningkat berpengaruh tidak baik
untuk kesehatan jantung. Namun ada
salah pengertian, seolah-olah yang paling berpengaruh terhadap kenaikan kolesterol
darah ini adalah kadar
kolesterol makanan. Sehingga banyak produk
makanan, bahkan minyak goreng
diiklankan sebagai
non-kolesterol (konsumsi kolesterol
yang dianjurkan adalah < 300 mg sehari).
Faktor makanan
yang paling berpengaruh terhadap
kadar kolesterol darah dalam hal
ini adalah LDL (lemak jenuh), lemak
jenis linilah yang seharusnya dikurangi
melalui makanan yang dimakan.
Kenaikan trigliserida dalam darah (hipertrigliseridemia) juga dikaitkan dengan terjadinya PJK. Kadar trigliserida darah
banyak dipengaruhi oleh oleh
kandungan karbohidrat dalam makanan dan kegemukan.
Upaya lain
yang perlu ditempuh untuk mengurangi
insiden PJK adalah berhenti merokok.
Upaya ini haruslah merupakan tujuan
utama dari setiap kampanye promosi
terhadap PJK yang dilakukan di
masyarakat. Anjuran berhenti merokok
pada kasus-kasus penderita diabetes
mellitus (DM), hipertensi, hiperlidemia
sebaiknya tidak dilakukan hanya
sekali saja, namun dilakukan secara
periodic dalam kurun waktu yang ditentukan.
Olah raga
untuk kesehatan jantung perlu
dilakukan secara proposional supaya
memberikan efek positif terhadap
kesehatan badan (jantung khususnya).
Berbagai penelitian
menunjukkan frekwensi latihan
minimal yang dianjurkan
adalah 3 (tiga) kali
dan maksimal 5 (lima)
kali dalam seminggu pada
hari yang bergantian artinya
selang sehari. Hal ini mengingat tubuh
memerlukan pemulihan setelah berolah.
Lama latihan berkisar 20 – 30 menit dianggap sudah cukup
memberikan efek meningkatkan aliran
darah dan membantu memecahkan
metabolisme lemak dan kolesterol,
sehingga dapat menjaga kestabilan
berat badan ideal.
Penyuluhan kesehatan
tentang faktor risiko PJK
dapat dilakukan dengan lebih
intensif melalui media cetak
atau audio visual
serta ceramah kesehatan di
sekolah-sekolah,
tempat-tempat ibadah dan
tempat-tempat umum lainnya.
Penelitian lanjutan
yang lebih efisien dengan tingkat pembuktian yang lebih tinggi
dan akurat serta meminimalkan kekurangan-kekurangan dalam penelitian
tentang penyakit jantung koroner
khususnya pada kelompok usia
muda (> 45
tahun) sebaiknya segera dapat
dilaksanakan dan menjadi
prioritas perhatian. Dalam hal
ini kami mohonkan
kepada mahasiswa PPS Magister Epidemiologi Universitas Diponegoro Semarang.